MENGENAL STUNTING

 MENGENAL STUNTING

Apa itu Stunting ?

Stunting atau pendek atau kerdil adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur.

Menurut WHO, Indonesia menempati urutan ketiga terbanyak kasus stunting dari sejumlah negara-negara di kawasan Asia Tenggara dengan rata-rata prevalensi balita stunting sebesar 36,4% pada tahun 2005-2017.

Menurut kementerian Kesehatan, jumlah kasus stunting di Indonesia per 2019 mencapai 27,67%, hal ini melebihi angka toleransi maksimal yang ditetapkan oleh WHO, yaitu sebesar 20%. Tetapi angka stunting di Indoneia dalam 5 tahun terakhir telah mengalami perbaikan. Target pemerintah pada tahun 2024 kasus stunting menurun hingga berada di angka 14%.

Stunting merupakan masalah multidimensional yang perlu diselesaikan secara multifaktorial. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor, seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat kehamilan, penyakit-penyakit yang dialami selama masa bayi, kurangnya asupan gizi pada bayi, kondisi lingkungan baik itu polusi udara dan sulitnya mendapat air bersih.

Faktor-faktor penyebab stunting.

  1. Faktor ibu dan calon ibu. Kesehatan dan gizi ibu sebelum dan saat kehamilan serta setelah persalinan mempengaruhi pertumbuhan janin dan risiko terjadinya stunting. Faktor yang lain adalah postur tubuh ibu yang pendek, jarak kehamilan yang terlalu dekat, ibu yang masih remaja, serta asupan nutrisi yang kurang pada saat kehamilan. Dalam hal ini remaja perempuan sebagai calon ibu harus memiliki status gizi yang baik. 
  2. Faktor bayi dan balita. 1000 hari pertama kehidupan adalah dimulai dari hasil pembuahan/ hamil sampai usia 2 tahun (balita) adalah waktu yang harus dijaga baik untuk mencegah terjadinya stunting. Nutrisi yang diperoleh sejak bayi lahir sangat berpengaruh terhadap pertumbuhannya termasuk risiko terjadinya stunting. Tidak terlaksananya inisiasi menyusu dini (IMD), gagalnya pemberian ASI eksklusif, dan proses penyapihan dini dapat menjadi salah satu faktor terjadinya stunting. Pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) juga perlu diperhatikan yaitu tentang kuantitas, kualitas, dan keamanan pangan yang diberikan. Pola hidup sehat, terutama kualitas gizi dalam makanan perlu diperhatikan, misalnya dengan menerapkan pola setengah piring nasi diisi sayuran dan buah-buahan setengahnya lagi diisi sumber protein hewani atau nabati dengan porsi lebih banyak dibandingkan karbohidrat.
  3. Faktor sosial ekonomi dan lingkungan. Kondisi sosial ekonomi dan sanitasi tempat tinggal juga berkaitan dengan terjadinya stunting. Kondisi ekonomi erat hubungannya dengan pemenuhan asupan yang bergizi pada bayi, anak, dan ibu hamil. Akses terhadap sanitasi dan air bersih yang mudah akan menghindarkan anak dari penyakit infeksi saluran cerna, misalnya diare atau kecacingan. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan. pemberian imunisasi terhadap bayi dan anak juga sangat penting untuk menghindari penyakit yang dapat mengganggu pertumbuhan fisik anak.
Dampak yang ditimbulkan oleh stunting adalah :
  • Dampak Jangka Pendek : terjadi peningkatan risiko kejadian sakit dan kematian; perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak menjadi tidak optimal; semua ini mengakibatkan terjadi peningkatan biaya kesehatan.
  • Dampak jangka Panjang : postur tubuh yang tidak optimal (pendek) saat dewasa, bila terjadi pada perempuan maka akan menyebabkan timbulnya penyulit saat proses persalinan normal, serta menurunnya kesehatan reproduksi; meningkatnya risiko obesitas yang dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif misalnya kencing manis, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, gagal ginjal, stroke, dll; pada masa sekolah akan mempengaruhi kapasitas belajar; produkivitas dan kinerja menjadi tidak optimal.

Tindakan Pencegahan Stunting dilakukan secara menyeluruh, mulai ibu hamil dan melahirkan, usia Balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa muda, dan lingkungan.

1. Pemenuhan gizi ibu hamil dan melahirkan : terutama 1000 hari pertama kehidupan. Dengan memberikan makanan tinggi kalori, protein dan mikronutrien; mendapatkan pelayanan ante natal care (ANC) yang bermutu dan terpadu serta meningkatkan layanan persalinan di fasilitas kesehatan; memberikan konseling tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI eksklusif serta pelayanan KB pasca melahirkan.

2. Pemantauan Balita : memperhatikan tumbuh kembang dengan melakukan stimulasi secara dini, memberikan makanan tambahan, serta memberikan pelayanan kesehatan yang optimal dengan pemberian imunisasi secara lengkap.

3. Pada Anak Usia Sekolah : memberdayakan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) secara optimal, menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS), serta memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba.

4. Usia Remaja : meningkatkan pengetahuan anak-anak remaja tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), makan dengan pola gizi seimbang, bahaya merokok dan narkoba, melalui edukasi di sekolah-sekolah, media sosial. Serta pendidikan kesehatan reproduksi.

5. Dewasa muda : memberi edukasi tentang Keluarga Berencana (KB), deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular), PHBS, pola gizi seimbang, tidak merokok/ mengonsumsi narkoba.

6. Lingkungan : dengan selalu menjaga lingkungan tetap bersih, tidak buang sampah di sungai, tidak melakukan kegiatan mandi, cuci, buang air besar (BAB) disungai, sehingga sungai tidak tercemar. Lingkungan yang kotor dapat menyebabkan anak mudah tertular penyakit, salah satunya adalah diare. Semakin sering anak sakit akan mengganggu proses tumbuh kembang anak dan dapat menyebabkan stunting.

Penatalaksanaan stunting menitikberatkan pada pencegahan bukan proses pengobatan. Diperlukan peran serta semua pihak untuk menurunkan angka kejadian stunting di Indonesia. Semangat menurunkan angka kejadian stunting di Indonesia perlu digemakan demi masa depan generasi penerus bangsa yang sehat jasmani dan rohani.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KOMPLIKASI YANG SERING TERJADI PADA DIABETES